Latar Belakang
Paya Nie adalah sebuah bentang alam yang menjadi kawasan serapan air dan dikenal dengan Rawa Paya Nie. Luasnya sekitar 300,15 ha yang membentang di 9 desa di Kecamatan Kutablang Kabupaten Bireuen.
Penelitian yang dilakukan AWF bekerja sama dengan Pusat Riset Biochar dan Hutan Lestari Universitas Syiah Kuala, menggunakan metode survai melalui pengamatan langsung ke lapangan dan analisis laboratorium pada skala pemetaan 1:250.000.
Parameter karakteristik biofisik yang diamati merupakan deskripsi umum wilayah ekosistem Paya Nie yang meliputi  keadaan iklim dan hidrologi, keadaan geologi, dan pola dan status penggunaan lahan, distribusi jenis tanah dan satuan penggunaan lahan.
Hasil studi awal menunjukkan bahwa areal Paya Nie merupakan suatu wilayah ekosistem rawa yang terbentuk di zona tipe iklim basah (tipe A) yang menyimpan berbagai keanekaragaman hayati dan rumah bagi puluhan jenis burung air.
Selama satu dekade terakhir, areal Paya Nie ini telah dikonversi menjadi lahan pertanian dan perkebunan kelapa sawit sehingga karakterisik biofisik telah mengalami perubahan.
Bentang Alam
Areal Rawa Paya Nie merupakan suatu wilayah ekologi (ecoregion) dataran rendah yang terdapat di wilayah Kabupaten Bireuen. Secara administrasi, areal Paya Nie ini merupakan bagian dari Kecamatan Kutablang Kabupaten Bireuen yang luasnya 300,15 hektare. Secara geografis areal Paya Nie ini terletak pada posisi 5.11.38 Lintang Utara dan 96.50.27 Bujur Timur.
Adapun batas-batas wilayah ekosistem Rawa Paya Nie ini adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatas dengan perkampungan penduduk Desa Kulu Kuta, Glee Putoh. Sebelah Selatan berbatas dengan perkampungan penduduk Desa Paloh Peuradi, Tingkem Manyang, Paloh Raya. Sebelah Timur berbatasan dengan perkampungan penduduk Desa Crueng Kumbang, Buket Dalam dan Tanjung Siron.
Sebelah Barat berbatasan dengan perkampungan penduduk Desa Blangme. Saat ini belum ada kajian sebelumnya yang menyatakan bahwa hutan rawa Paya Nie mengandung cadangan C yang tinggi karena merupakan wilayah rawa bergambut atau bukan.
Ancaman dan Tantangan Konservasi
Kawasan ekosistem rawa Paya Nie merupakan suatu wilayah ekosistem rawa yang terdapat di Kabupaten Bireuen dengan total lua areal adalah 300.15 hektare. Dari aspek legal formal, status areal Paya Nie ini merupakan areal penggunaan lainnya (APL) yang saat ini sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk perkebunan kelapa campuran dan kebun sawit.
Berdasarkan Qanun No 7 Tahun 2013 tentang RTRW dan di dalam pasal 27 disebutkan bahwa Paya Nie memiliki luas 304,19 hektare dan status hukum saat ini adalah sebagai kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahan.
Selain itu, ancaman perburuan burung air yang sudah bisa diminimalisir setelah lahir kesepakatan Pemerintahan Mukim Teungku Chik Dimanyang dan Mukim Teungku Chik Umar yang membawahi kawasan rawa Paya Nie.
Tantangan konservasi ke depan adalah bagaimana membangun Paya Nie berbasis kepentingan konservasi dan jasa lingkungan yang tidak mengalih fungsi rawa sebagai daerah resapan air.
Namun dalam satu dekade terakhir ini, areal Paya Nie mengalami penyusutan debit air dan diperkirakan telah mengalami degradasi lahan/hutan seiring dengan meningkatnya aktifitas masyarakat /swasta untuk melakukan ekspansi lahan hutan menjadi areal pertanian.
Konversi rawa ini akan terjadi perubahan pada pola penggunaan lahan yang memberikan implikasi luas pada perubahan tata lingkungan dan pola kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang ada di sekitarnya.
Berdasarkan permasalahan ini maka perlu dilakukan studi terhadap dinamika perubahan ekologis pada ekosistem Paya Nie untuk kondisi terkini dari wilayah ekosistem tersebut.
Kegiatan studi dlakukan di areal ekosistem hutan rawa Paya Nie seluas 300,15 ha yang mencakup 9 desa di wilayah Kemukiman Teungku Chik Dimanyang dan Teungku Chik Umar dalam Kecamatan Kutablang, Kabupaten Bireuen.
Bahan-bahan yang digunakan dalam studi ini antara lain peta-peta dasar berupa peta areal ekosistem hutan rawa Paya Nie, peta jenis tanah, peta citra landsat, peta geologi, dan peta hidrologi.
Bahan untuk uji sampel di lapangan yang meliputi larutan akuades, 0,5 N HCl, larutan perokasida (H2O2) 30 %, dan bahan kimia lainnya untuk analisis sampel tanah, air, dan tanaman di laboratorium. Peralatan yang digunakan meliputi peralatan lapangan dan peralatan laboratorium, seperti : bor tanah, bor gambut, ring sampel, soil test kits, Buku Munsell, kompas, GPS, kamera, spektrofotometer, oven, AAS, dan lain-lain.
Studi ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dan kuantitatif yaitu melalui kegiatan survai dan pengamatan lapangan serta analisis laboratorium. Kegiatan survai lapangan dilakukan untuk mendapatkan data biofisik wilayah Paya Nie dengan intensitas pemetaan 1:250.000.
Adapun parameter biofisik yang dibutuhkan dalam studi ini meliputi :
- Data iklim berupa tipe iklim, curah hujan selama 10 tahun tahun terakhir
Hasil analisis data curah hujan dan jumlah hari hujan selama 10 tahun (dari 2012-2022) di areal Hutan Rawa Paya Nie.
- Keadaan hidrologi
Paya Nie merupakan kawasan serapan air yang berasal dari area perbukitan. Dari observasi lapangan diketahui bahwa telah terjadi fluktuasi air yang sangat berbeda antara musim penghujan dengan musim kemarau. Pada musim penghujan, debit air meningkat dan pada musim kemarau mengering. Sebagian kawasan juga sudah berubah fungsi menjadi kawasan pertanian dan umumnya pada daerah pinggir-pinggir menjadi perkebunan sawit masyarakat.
- Geologi, Topografi, dan Jenis Tanah
- Pola penggunaan lahan
Kondisi terakhir di areal Hutan Rawa Paya Nie menunjukkan bahwa pola penggunaan lahan di lokasi ini terdiri atas 4 (empat) jenis penggunaan yaitu hutan rawa, lahan terbuka, pertanian, kebun campuran, lahan perkebunan kelapa sawit.
- Bentuk wilayah (fisiografi)
Status wilayah Paya Nie merupakan Area Penggunaan Lain (APL) dan sebagian sudah digarap oleh masyarakat untuk pertanian dan perkebunan.
- Sebaran jenis tanah dan ketebalan gambut.
Pemetaan ketebalan gambut dilakukan dengan pengeboran tanah/gambut pada titik-titik sampling yang telah ditetapkan di dalam peta kerja dengan intensitas pengamatan 1 : 500 ha. Berdasarkan hasil pengamatan ketebalan gambut ini selanjutnya dibuat peta sebaran ketebalan gambut.
- Habitat Burung Air
Berdasarkan hasil survei, terdapat 21 jenis kelompok burung air yang terdapat di dalam rawa Paya Nie. Satwa endemik dan migrasi ini menjadi habitat raw aini sebagai rumah tempat mencari makanan dan berkembang biak.
KESIMPULAN
Berdasarkan data di atas, maka dapat disimpulkan bahwa;
- Dari aspek legal formal, status areal Paya Nie ini merupakan kawasan dengan fungsi lindung yang berpotensi ditingkatkan status hukum menjadi kawasan konservasi.
- Puluhan jenis satwa spesies burung air akan kehilangan habitatnya jika kawasan ini tidak ditingkatkan statusnya sebagai kawasan Konservasi Lahan Basah sekaligus menjadi habitat perlindungan burung air.
- Sebagian besar sebaran lahan di rawa Paya Nie ini terdiri atas jenis tanah gambut sedang dan matang, sehingga menjadi areal yang kaya untuk stok karbon.
- Konversi rawa Paya Nie menjadi perkebunan kelapa sawit dan pertanian akan menyebabkan karakterisik biofisik wilayah ini telah mengalami perubahan pada sifat dan karakteristik di dalamnya dan tata air serta perubahan pada pola vegetasi.
Demikian hasil penelitian ini kami sampaikan agar kawasan ini bisa menjadi kawasan konservasi yang bermanfaat bagi masa depan masyarakat Bireuen, dan khususnya masyarakat di sekitar Paya Nie.
Hormat kami,
LSM Aceh Wetland Foundation