Paya Nie adalah kawasan serapan air yang merupakan suatu wilayah ekologi (ecoregion) dataran rendah yang terdapat di wilayah Kabupaten Bireuen. Secara administrasi, areal Paya Nie ini merupakan bagian dari Kecamatan Kutablang, Kabupaten Bireuen yang luasnya 304,19 hektare. Secara geografis areal Paya Nie ini terletak pada posisi 5.11.38 Lintang Utara dan 96.50.27 Bujur Timur.
Dari aspek legal formal, status areal Paya Nie ini merupakan areal penggunaan lainnya (APL) yang saat ini sebagian besar telah dimanfaatkan oleh masyarakat untuk perkebunan kelapa sawit.
Sementara dalam Qanun No 7 Tahun 2013 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dimana dalam pasal 27 disebutkan bahwa Paya Nie memiliki luas 304,19 hektare dan status hukum saat ini adalah sebagai kawasan yang memberi perlindungan terhadap kawasan bawahan.
Artinya, Paya Nie adalah kawasan dengan fungsi lindung yang tidak boleh dialihfungsi pada peruntukan lain.
Ini menjadi tantangan konservasi ke depan adalah bagaimana membangun Paya Nie berbasis kepentingan konservasi dan jasa lingkungan yang tidak mengalih fungsi rawa sebagai daerah resapan air.
Namun dalam satu dekade terakhir ini, areal Paya Nie mengalami penyusutan debit air dan diperkirakan telah mengalami degradasi lahan/hutan seiring dengan meningkatnya aktifitas masyarakat untuk melakukan ekspansi lahan rawa menjadi areal pertanian dan perkebunan kepala sawit.
Konversi rawa ini akan terjadi perubahan pada pola penggunaan lahan yang memberikan implikasi luas pada perubahan tata lingkungan dan pola kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang ada di sekitar Paya Nie.
Temuan terbaru Aceh Wetland Foundation, penanaman tanaman kelapa sawit terus dilakukan warga pemilik kebun yang berbatas dengan rawa. Titik rawa yang mulai kering ditanami tanaman sawit.
Fakta itu terekam di Desa Buket Dalam dan Desa Tanjong Siron dan Paloh Raya, Kecamatan Kutablang. Bireuen. Alat berat mengeruk lahan di dalam rawa dan ditumpuk untuk media tanam sawit.
Jika hal ini terus terjadi, maka kawasan rawa yang menjadi cadangan air untuk pertanian bakal menyusut dan berpotensi mengering.
Berdasarkan fakta tersebut, kami dari Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh menyatakan sikap dan tuntutan kepada para pihak:
- Mengajak seluruh kepala desa di lingkar Paya Nie agar bertekad mencegah perluasan tanaman kelapa sawit di dalam areal rawa yang menjadi daerah serapan air.
- Mendesak Camat Kuta Blang mengambil sikap atas temuan tersebut, untuk menghindari dan mencegak meluasnya okupansi sawit di dalam areal rawa.
- Meminta Bupati Bireuen dan jajarannya agar mengeluarkan Perbup atas tata kelola rawa dan menetapkan tapal batas rawa dengan kebun masyarakat. Sehingga Paya Nie yang menjadi sumber kehidupan dan pertanian bagi masyarakat di Kabupaten Bireuen bisa terselamatkan.
Dengan demikian, harapan kami melalui pernyataan pers ini bisa ditindaklanjuti oleh para pihak yang berkepentingan dengan kelangsung dan keberlanjutan rawa Paya Nie.
Narahubung:
Yusmadi Yusuf/Koordinator Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (0812-6946-9737)
Said Zainal, SH/Divisi Hukum dan Kebijakan Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (08813-9718-4549)
Rahmad Syukur/Divisi Kampanye Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (0822-7410-6290)