SIARAN PERS: APH Harus Tegas Berantas Ilegal Logging dan Pembukaan Lahan dalam Kawasan Lindung Gambut Rawa Tripa

NAGAN RAYA, 1 Juli 2024 — Aparat Penegak Hukum (APH) diminta menindak tegas aksi perambahan dan pembukaan lahan dalam kawasan lindung gambut di Kecamatan Darul Makmur, Nagan Raya.

Investigasi Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLHA) ditemukan alat berat yang sedang membuka lahan di kawasan lindung gambut. Sejumlah kayu yang sudah ditebang ditumpuk menunggu diangkut ke luar hutan.

Aktivitas perambahan hutan tersebut sudah berlangsung jangka waktu lama.

Kredit Foto: Tim Investigasi Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh

Menurut data KSLHA, angka kehilangan tutupan hutan di dalam kawasan lindung gambut mencapai 608,81 hektar, menunjukkan kerusakan hutan gambut yang parah dan mengancam krisis ekologi.

Untuk diketahui, kawasan lindung gambut di Nagan Raya luasnya mencapai 11.380,71 hektar. Kondisi hutan ini sedang dalam ancaman pengeringan untuk budidaya perkebunan kelapa sawit.

Analisa citra satelit menunjukkan pada tahun 2022 luas tutupan hutan masih berkisar 6.874, 37 hektar.

Pada April 2024, jumlah luas tutupan hutan hanya sekitar 6.265,56 hektar.

Sehingga ada penyusutan luas tutupan hutan sekitar 608,81 hektar.

Sisa hutan gambut terakhir di Nagan Raya ini juga masih tumpang tindih dengan penguasaan Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan perkebunan kelapa sawit.

Peta hasil overlay dengan peta HGU di Nagan Raya menunjukkan HGU PT. Sura Panen Subur (SPS) 2 seluas 7.565,26 hektar dan HGU PT, Kallista Alam seluas 520,78 hektar.

Sehingga total jumlah luas HGU dalam kawasan lindung gambut 8,086.04 hektar.

Perusahaan ini sudah seharusnya berhenti membuka lahan baru. Karena di dalamnya terdapat kubah gambut.

Karena tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No 14 Tahun 2009 tentang larangan budidaya dalam kawasan terdapat kubah gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter.

Kredit Foto: Tim Investigasi Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh

Berdasarkan fakta dan data di atas, kami dari Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (KSLHA), mendesak aparat penegak hukum (APH) untuk segera bertindak tegas terhadap maraknya aktivitas illegal logging di Kawasan Lindung Gambut berdasarkan Qanun Tata Ruang Kabupaten Nagan Raya.

Selain itu, aktivitas pembalakan liar ini telah merambah hingga ke Daerah  Peta Indikatif Penundaan Pemberian Izin Baru (PIPPIB) yang seharusnya tidak boleh dirambah dan dimafaatkan untuk tanam sawit.

“Kami berharap APH, baik kepolisian, Gakkum, maupun pihak terkait lainnya tidak tutup mata terhadap perambahan yang sudah berlangsung lama. Pembabatan hutan secara ilegal ini harus ditindak dan diberi sanksi tegas,” ujar Syukur yang juga Ketua Yayasan Apel Green Aceh.

Syukur menambahkan, aktivitas illegal logging di Rawa Tripa semakin mengkhawatirkan karena dilakukan secara terang-terangan.

Hasil kayu curian bahkan dikumpulkan dan dibawa secara terbuka, seakan-akan aktivitas ini menjadi legal. Padahal, penebangan kayu liar merupakan pelanggaran Pasal 50 ayat (3) huruf e UU 41/1999, diatur di Pasal 78 ayat (5), dengan ancaman pidana hingga 10 tahun dan denda maksimal Rp5 miliar.

“Daerah Rawa Tripa adalah kawasan habitat satwa kunci Sumatra seperti orangutan dan harimau. Jika perambahan Hutan Rawa Gambut semakin merajalela dan tidak ada tindakan oleh APH, maka satwa lindung di Rawa Tripa semakin terancam punah,” tambah Syukur.

KSLHA mendesak APH untuk segera turun tangan.

“Jika dibiarkan, patut diduga mereka juga terlibat memuluskan praktek haram tersebut,” pungkas Syukur. ***

Narahubung:

Rahmad Syukur/Divisi Kampanye Koalisi Selamatkan Lahan dan Hutan Aceh (0822-7410-6290)

Bagikan

Informasi Terbaru
Aturan adat masyarakat Paya Nie ini mengatur tata kelola perlindungan, pengelolaan, dan pemanfaatan kawasan Paya Nie yang berkelanjutan. Namun aktivitas perburuan burung di sana masih terjadi. Aktivitas illegal ini dilakukan di tengah malam buta.
Poster
Pustaka
Follow Us
[instagram-feed feed=1]