“Carut Marut Pengelolaan Hutan Mangrove di Aceh”
Lebih dari 50 tahun, ekosistem hutan bakau di Aceh diizinkan untuk dimanfaatkan untuk kepentingan komersialisasi oleh korporasi pemegang izin konsesi kehutanan. Hal ini mengakibatkan terjadinya degradasi lahan dan hutan serta sebagian besar di antaranya berubah fungsi menjadi kawasan budidaya perikanan dan perkebunan.
Eksploitasi perdana hutan mangrove di Pantai timur Aceh dilakukan oleh PT. Selat Malaka seluas 20.000 hektar, PT. Kalindi Langsa seluas 12.000 hektare, PT. Narindu dan PT. Inhutani III. Perusahaan-perusahaan ini menguasai Hak Penguasaan Hutan (HPH) selama 20 tahun 1971-1991.
Di Aceh Timur saat ini, hutan mangrove dikelola oleh KSU Bina Meupakat pemegang konsensi 6.095 hektar dan KSU Flora Potensi yang menguasai 6.200 hektar hutan mangrove. Kedua KSU ini memegang Izin Usaha Pemanfaatan Hasil hutan Kemasyarakatan (IUPHHKm) dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Di Aceh Tamiang, PT. Bakau Bina Usaha (BBU) menguasai 9.532 hektar konsesi hutan mangrove. Perusahaan memegang izin konsesi Pemanfaatan Hutan Tanaman Industri (HTI) pernah mendapat penolakan Amdal oleh aktivis lingkungan sekitar tahun 2012. Lahan PT. BBU ini sebagian besar masuk dalam kawasan hutan lindung.
Proyek pemanfaatan hutan bakau ini ini telah menyebabkan terjadinya perubahan luas tutupan hutan dalam kawasan hutan lindung, hutan produksi dan hutan konversi di pantai timur meliputi Kabupaten Aceh Timur, Kota Langsa dan Kabupaten Aceh Tamiang.
Peta Mangrove Nasional (PMN) Tahun 2021 menunjukkan bahwa hutan mangrove di pantai timur Aceh tersisa 22.204 hektar, dengan rincian:
- Luas hutan lindung 7.781 hektar
- Luas hutan produksi 13.655 hektar
- Luas hutan konversi 767 hektar
Pembukaan tambak terjadi secara massif di dalam kawasan hutan mangrove mencapai 12.517 hektar, dengan rincian:
- Luas tambak dalam kawasan hutan lindung 5.021 hektar
- Luas tambak dalam hutan produksi seluas 7.496 hektar,
- Luas tambak dalam hutan produksi seluas 7.496 hektar
PMN 2021 ini merupakan hasil pemutakhiran penyusunan peta yang telah dilaksanakan pemerintah sejak tahun 2013- untuk tujuan data rencana rehabilitasi mangrove.
Alih-alih memperbaiki hutan yang rusak, kebijakan pemberian konsesi hutan kepada pihak korporasi hutan mangrove di sepanjang pantai timur Aceh masih terus terjadi.
Padahal itu bertentangan dengan kebijakan nasional “Indonesia’s FOLU Net Sink 2030 yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2021, untuk mencapai net zero emission sektor kehutanan dan lahan pada tahun 2030.
Data di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Aceh pada 29 Juni 2024 menunjukkan bahwa terdapat satu perusahaan yang sedang dalam proses Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) kawasan hutan mangrove di pantai timur.
Perusahaan tersebut adalah PT. Barisan Pemuda Nusantara yang sedang mengajukan penguasaan hutan mangrove seluas 2.949,20 hektar. PT. Barisan Pemuda Nusantara adalah entitas bisnis atau badan usaha yang tentu saja berorientasi pada profit atau komersialisasi hasil hutan dan bukan pengelolaan hutan berbasis masyarakat. Sementara sejarah mencatat bahwa pengelolaan hutan secara sepihak oleh korporasi kerap mengabaikan hak-hak masyarakat lokal/adat.
Tujuan komersialisasi hutan ini juga sangat bertolak belakang dengan sikap dan semangat yang sedang dibangun oleh masyarakat adat di Langsa untuk mengelola hutan sesuai dengan skema perhutanan sosial.
Dalam catatan sejarah, pemberian izin konsesi di hutan mangrove sangat benuansa politis. Seperti pada pemberian izin Hak Penguasaan Hutan (HPH) PT. Selat Malaka pada tahun 1971.
Ini dibuktikan dari catatan arsip surat kabar Harian API Pantjasila pada 5 Oktober 1977 menunjukkan bahwa pemberian areal konsesi hutan bakau untuk P.T Selat Malaka atas balas jasa politik – untuk membantu Teungku Haji Syeh Marhaban yang pernah menjabat Menteri Muda Pertanian Kabinet Ali Sastroamidjojo (24 Maret 1956-14 Maret 1957).
Maka dari itu, kami menilai bahwa pemberian izin konsesi baru kepada pihak korporasi semakin menambah daftar masalah tata kelola hutan dan lahan.
Berdasarkan permasalahan tersebut, kami mengajak jurnalis yang berdomisili di Pantai timur Aceh untuk berpartisipasi dalam liputan “Carut Marut Pengelolaan Hutan Mangrove di Pantai Timur Aceh.
Liputan ini sangat penting dalam upaya advokasi perlindungan Kawasan Hutan Mangrove di Pantai timur Aceh sebagai sumber kehidupan masyarakat lokal/adat.
Siapa yang dapat melamar beasiswa?
Jurnalis dengan pengalaman kerja minimum 2 tahun. Bekerja sebagai karyawan tetap di media maupun sebagai wartawan lepas (dengan mendapatkan persetujuan dari media yang akan menerbitkan).
Apa yang dibiayai oleh beasiswa?
Kami memberikan dana liputan yang meliputi biaya operasional liputan seperti:
- biaya transportasi selama liputan,
- biaya komunikasi,
- atau materi yang mendukung proses liputan
- Kami tidak memberi biaya bagi aktivitas yang melanggar hukum dan Kode Etik Jurnalistik, seperti menyuap, pemberian alat/barang illegal (senjata api, minuman beralkohol, jasa prostitusi, dll).
Bagaimana cara mengajukan beasiswa?
Untuk dapat mengajukan beasiswa, rekan-rekan harus memiliki proposal liputan, yang formatnya telah kami sediakan (dapat diunduh disini). Proposal liputan tersebut harus disetujui editor dan ada pernyataan untuk menerbitkan hasil liputan tersebut.
Proposal dan Lamaran dikirimkan ke:
Perihal: Beasiswa “Liputan Hutan Mangrove 2024” melalui email: acehwetland@gmail.com, dan info@acehsatu.com sebelum 11 November 2024.
Apa kriteria usulan liputan terbaik?
- Topik menyangkut masalah-masalah pengelolaan wilayah hutan dan aktivitas ilegal di dalam kawasan hutan mangrove.
- Karya yang orisinal, dan terbebas dari segala bentuk plagiasi.
- Liputan menantang, namun tetap realistis
- Menggunakan narasumber yang kredibel dan relevan
- Laporan dapat diselesaikan sebelum tenggat (1 bulan maksimal).
Bagaimana proses seleksi?
Seleksi dilakukan terhadap semua lamaran yang masuk. Prioritas diberikan kepada pelamar yang memberikan usulan liputan paling baik. Satu (1) usulan liputan terbaik akan mendapat beasiswa. Setiap pelamar akan menerima pemberitahuan mengenai terpilih atau tidaknya sebagai peraih beasiswa via email.
Informasi lebih lanjut
Jika rekan-rekan membutuhkan informasi lebih jelas terkait topik ataupun informasi publik yang diperlukan untuk merancang proposal liputan, silakan mengirim email ke: acehwetland@gmail.com, contact person Taufik Hidayat (0813-7746-2203).